
Pandangan Dari Seorang Pelaku Bisnis Periklanan : Sulitnya Menentukan Target Market
Post on November 29, 2019
Bagi seorang Strategic Planner tidak mudah mentukan target market di Indonesia yang penuh keaneragaman dengan karakter dan kehidupan social yang sangat heterogen.
Bagaimana mungkin seorang yang tergolong ‘upper class’ masih percaya hal-hal mistis yang bisa meningkatkan kekayaannya, bagaimana seorang yang berpendidikan tinggi ‘bahkan sampai S3’ masih pengangguran, bagaimana seorang yang berpenghasilan pas-pasan, rumah masih menyewa dan tidak punya garasi tetapi bisa punya mobil mewah, bagaimana mungkin seorang yang banyak uang masih menaruh uangnya dibawah bantal bukan di bank dan kasus-kasus yang masih banyak lagi.
Ada beberapa contoh kasus yang menunjukan betapa sulitnya menentukan target market seperti:
- Pada beberapa tahun yang lalu, kita sempat dibuat heboh dengan banyaknya klinik-klinik Cina bermunculan di Surabaya, Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Untuk berobat di klinik tersebut ternyata bukan dengan biaya murah. Sekali berobat (obat biasanya untuk seminggu) bisa 10 sampai 20 juta rupiah! Sama sekali bukan biaya yang murah, tapi anehnya yang berobat disana adalah orang-orang yang sangat sederhana dari pinggiran kota atau dari kota-kota kecil di sekitarnya. Uniknya lagi, mereka selalu membayar dengan uang cash/tunai. Memang kita bisa saja berasumsi bahwa hal ini terjadi karena mereka yang dari kota kecil, mampu atau tidak pun bisa berupaya sedemikian rupa untuk membayar klinik tersebut dengan harapan mereka akan sembuh. Tapi ini fenomena yang unik karena klinik-klinik Cina itu ada dengan target market menengah atas yang tingal di kota besar dan tentunya punya uang untuk itu, tapi ternyata yang berobat bukan segment yang diharapkan.
- Suatu waktu, ada pameran mobil mewah di Surabaya dan Jakarta. Ternyata yang laku keras adalah yang di Jakarta. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh karena Jakarta adalah kota yang lebih besar dibanding Surabaya, tapi ternyata bukan itu alasan utamanya. Alasan utamanya adalah karena ‘lifestyle’. Di Jakarta, mereka belum tentu punya rumah yang ada garasi sehingga bahkan mobil merekapun diparkir di tempat parkir umum, tapi yang penting adalah mempunyai mobil mewah demi menjaga gengsi. Ini pula tergolong unik karena bagi produsen mobil mewah, target market mereka jelas untuk ‘upper class’ yang punya uang lebih untuk bermewah-mewah, namun kenyataannya mereka yang berpenghasilan pas-pasan pun ikut beli dengan motivasi yang berbeda.
- Suatu ketika saya pernah bertanya kepada salah satu klien kopi kami, kenapa di Tulungagung kok bisa tinggi omsetnya? Ternyata jawabannya cukup unik: bukan karena enak atau mantap kopinya tapi karena ampas kopinya enak buat campuran rokok. Kebiasaan untuk meng-olesi bagian luar rokok dengan ampas kopi agar rokok bisa bercampur dengan rasa kopi ini dinamakan budaya ‘nyethe’. Budaya ini hanya ada di Tulungagung, Kediri, dan sekitarnya. Fenomena ini tidaklah lazim karena bagi produsen kopi, tentu yang dipikirkan adalah kegunaan kopi untuk diminum. Namun, kenyataan nya kebanyakan pembeli justru tertarik dengan kegunaan yang lain yaitu untuk ‘nyethe’. Sungguh aneh bukan?
Nah, itu beberapa contoh yang memperlihatkan bahwa untuk menentukan target market bukanlah hal yang mudah, tapi seperti yang kita semua tau, sangatlah penting karena seluruh strategi marketing kita didasarkan dari siapa yang kita target. Dengan menentukan target market yang benar, kita juga memastikan bahwa kita mengeluarkan usaha dan uang untuk orang-orang yang benar dan memperoleh hasil yang maksimal.
Lalu? Bagaimana seharusnya cara kita menentukan target market yang benar?
Cara paling mendasar adalah dengan menggunakan data riset. Pada waktu kita menangani suatu produk, sebaiknya kita tidak hanya mengandalkan bahan briefing ataupun pengetahuan kita sendiri namun juga memperhitungkan data yang bisa dibeli dari lembaga riset. Data tambahan tersebut berfungsi untuk mengetahui posisi produk kita di mata masyarakat dengan lebih detail dan membagi informasi tersebut ke dalam berbagai macam category (seperti category Upper-Middle-Low, penggunaan listrik & gas, perilaku, dan masih banyak lainnya). Dengan seluruh informasi yang telah didapat, barulah kita bisa mencari target market dengan obyektif dan mulai membuat perencanaan periklanannya. Memang margin of error atau overlap itu pasti ada, tapi hal-hal tersebut lebih baik kita kesampingkan terlebih dahulu (bukan berarti tidak penting) dengan tujuan untuk memperkecil kemungkinan akan salahnya mentukan target market utama. Makin kita jeli dalam menentukan target market, maka secara otomatis makin baik pula planning kita untuk memastikan produk kita dapat berhasil di market.
Nah, bagaimana pendapat anda? Tantangan lain apa yang anda temui dalam menentukan target market yang benar? Bagikan pendapat anda di kolom bawah!
Mulyono Sucitro (CEO,CitraNusa Advertising) Oktober 2019.